Angin semilir menyapa ketika perahu
kecil bermesin yang bernama pompong itu melaju menuju Pulau Penyengat. Sekitar
15 menit perjalanan dari pusat kota Tanjungpinang. Di perjalanan kita bisa
menikmati indahnya laut Tanjungpinang.
Dari jauh sudah terlihat kubah mesjid
Sultan Riau, atau yang biasa disebut mesjid Pulau Penyengat. Suatu pemandangan
yang memadukan antara keindahan alam dan tingginya nilai religi masyarakat
sekitar.
Ketika menginjakan kaki di Pulau
Penyengat, maka kekaguman kita akan semakin tinggi. Terutama pesona Mesjid Sultan
Riaunya, belum lagi keramahan penduduk setempat. Serta beberapa situs sejarah
lainnya yang terdapat di pulau ini.
Mesjid Putih Telur
Pulau Penyengat ini merupakan mas
kawin (mahar) yang di berikan oleh Sultan Mahmudsyah kepada Istrinya Engku
Putri atau Raja Hamidah, pada tahun 1805. Saat itulah awal pembangunan Mesjid
Sultan Riau. Hanya waktu itu bangunannya masih memakai kayu.
Pada masa pemerintahan Yang Dipertuan
Muda Riau-Lingga Raja Abdurahman pembangunan mesjid dilakukan secara
besar-besaran. Saat itu setelah melakukan shalat Ied, 1 Syawal 1284 H (1832 M)
beliau menghimbau masyarakat untuk bergotong royong membangun mesjid Sultan
Riau tersebut.
Semua warga pun berbondong-bondong ,
bahu membahu merenovasi mesjid yang luasnya sekitar 54 X 32 meter itu. Warga
Penyengat juga mengumpulkan bahan makanan untuk pembangunan mesjid.
Salah satu bahan makanan yang di
kumpulkan adalah telur. Karena banyak sisa telur yang tak terpakai, maka oleh
para pekerja putih telur itu dijadikan campuran bahan bangunan. Menurut mereka
putih telur mampu menjaga agar bangunan awet dan tahan lama. Kaarena itulah, Mesjid Sultan Riau sering juga di sebut Mesjid
Putih Telur.
Arsitektur yang Sarat Makna
Mesjid indah nan menyimpan nilai sejarah
ini, arsitekturnya bernuansa ala India. Ini dikarenakan tukang yang membuat
mesjid ini adalah orang-orang india yang
didatangkan dari Singapura.
Mesjid ini mempunyai 17 bubung, angka
17 bermakna jumlah rakaat shalat. Ada 13 kubah berbentuk bawang yang disusun
secara bervariasi. Selain itu terdapat 4 pilat beton dibagian tengah.
Mesjid ini juga memiliki 4 menara
yang tingginya 19 meter. Dulu di menara inilah muazin mengumandangkan azan.
Tapi kini sudah digantikan pengeras suara yang dipasang pada keempat menara
tersebut.
Dibagian luar mesjid terdapat 2 rumah
sotoh, yaitu rumah tempat persinggahan
para musafir. Sedangkan di bagian depan berdiri dua balai-balai yang digunakan
untuk musyawarah.
Saat pertama dibangun mesjid ini
berwarna putih. Namun sekarang sudah di cat dengan warna kebesaran melayu yaitu
kuning, dan dipadukan dengan warna hijau sebagai warna kebesaran islam.
Pada bagian dalam, ruangan mesjid ini
memiliki 5 ruangan. Ini menandakan jumlah rukun iman. Sedangkan 4 tiang beton
yang menyanggah dibagian dalam mengandung makna bahwa Islam memiliki 4 Mazab
yang di yakini. Yaitu; Mazab Hambali, Maliki, Safii dan Hanafi.
Selain itu, 4 tiang beton itu juga
mengandung makna isi gurindam dua belas karya Raja Ali Haji. Yaitu pasal
pertama yang berbunyi, “ Barang siapa
mengenal yang empat, maka dia itulah orang yang ma’rifat”
Mesjid yang berukuran 54 X 32 meter,
dan memiliki bangunan induk seluas 29,3 X 19,5 meter ini tercatat sebagai
mesjid pertama di Indonesia yang memiliki kubah. Hal ini disebutkan dalam 2
kali Festival Istiqlal di Jakarta (1991-1995)
Selain arsitektur yang unik dan
syarat makna, mesjid kebanggaan masyarakat Pulau Penyengat ini juga menyimpan Al
Quran tulisan tangan. Al Quran itu di pajang pada lemari kaca di dalam mesjid.
Al Quran bersejarah itu, di tulis oleh putra Pulau Penyengat yaitu Abdurrahman
Stambul. Ia dikirim untuk belajar agama ke Turki pada 1867.
Selain Mustaf yang di tulis oleh
Abdurrahman, ada lagi Mustaf Al Quran tulisan tangan Abdullah Al Bugisi yang di
tulis pada 1752. Mustaf ini memiliki keunikan, yaitu pada bingkainya terdapat
tafsiran-tafsiran dari ayat-ayat Al Quran dalam bahasa melayu.
Sayangnya, Al Quran itu, sudah tak
dapat di perlihatkan lagi, karena sudah terlalu rapuh dan rentan kerusakan. Ia tersimpan
rapi dalam lemari di sisi kanan depan mesjid. Dalam lemari ini juga terdapat
300-an kitab, termasuk kitab kuning.
Mesjid Sultan Riau memang menyimpan
nilai sejarah yang luar biasa. Mengunjungi mesjid ini, selain bisa menanam
pahala, kita juga bisa menilik sejarah Pulau Penyengat yang menarik untuk di ketahui. (Ani_Praktek Jurnalistik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar