Minggu, 25 Maret 2012

WISATA RELIGI BONUS SEJARAH

Mesjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat

Angin semilir menyapa ketika perahu kecil bermesin yang bernama pompong itu melaju menuju Pulau Penyengat. Sekitar 15 menit perjalanan dari pusat kota Tanjungpinang. Di perjalanan kita bisa menikmati indahnya laut Tanjungpinang.
Dari jauh sudah terlihat kubah mesjid Sultan Riau, atau yang biasa disebut mesjid Pulau Penyengat. Suatu pemandangan yang memadukan antara keindahan alam dan tingginya nilai religi masyarakat sekitar.
Ketika menginjakan kaki di Pulau Penyengat, maka kekaguman kita akan semakin tinggi. Terutama pesona Mesjid Sultan Riaunya, belum lagi keramahan penduduk setempat. Serta beberapa situs sejarah lainnya yang terdapat di pulau ini.
Mesjid Putih Telur
Pulau Penyengat ini merupakan mas kawin (mahar) yang di berikan oleh Sultan Mahmudsyah kepada Istrinya Engku Putri atau Raja Hamidah, pada tahun 1805. Saat itulah awal pembangunan Mesjid Sultan Riau. Hanya waktu itu bangunannya masih memakai kayu.
Pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga Raja Abdurahman pembangunan mesjid dilakukan secara besar-besaran. Saat itu setelah melakukan shalat Ied, 1 Syawal 1284 H (1832 M) beliau menghimbau masyarakat untuk bergotong royong membangun mesjid Sultan Riau tersebut.
Semua warga pun berbondong-bondong , bahu membahu merenovasi mesjid yang luasnya sekitar 54 X 32 meter itu. Warga Penyengat juga mengumpulkan bahan makanan untuk pembangunan mesjid.
Salah satu bahan makanan yang di kumpulkan adalah telur. Karena banyak sisa telur yang tak terpakai, maka oleh para pekerja putih telur itu dijadikan campuran bahan bangunan. Menurut mereka putih telur mampu menjaga agar bangunan awet dan tahan lama. Kaarena itulah,  Mesjid Sultan Riau sering juga di sebut Mesjid Putih Telur.
Arsitektur yang Sarat Makna
Mesjid indah nan menyimpan nilai sejarah ini, arsitekturnya bernuansa ala India. Ini dikarenakan tukang yang membuat mesjid ini  adalah orang-orang india yang didatangkan dari Singapura.
Mesjid ini mempunyai 17 bubung, angka 17 bermakna jumlah rakaat shalat. Ada 13 kubah berbentuk bawang yang disusun secara bervariasi. Selain itu terdapat 4 pilat beton dibagian tengah.
Mesjid ini juga memiliki 4 menara yang tingginya 19 meter. Dulu di menara inilah muazin mengumandangkan azan. Tapi kini sudah digantikan pengeras suara yang dipasang pada keempat menara tersebut.
Dibagian luar mesjid terdapat 2 rumah  sotoh, yaitu rumah tempat persinggahan para musafir. Sedangkan di bagian depan berdiri dua balai-balai yang digunakan untuk musyawarah.
Saat pertama dibangun mesjid ini berwarna putih. Namun sekarang sudah di cat dengan warna kebesaran melayu yaitu kuning, dan dipadukan dengan warna hijau sebagai warna kebesaran islam.
Pada bagian dalam, ruangan mesjid ini memiliki 5 ruangan. Ini menandakan jumlah rukun iman. Sedangkan 4 tiang beton yang menyanggah dibagian dalam mengandung makna bahwa Islam memiliki 4 Mazab yang di yakini. Yaitu; Mazab Hambali, Maliki, Safii dan Hanafi.
Selain itu, 4 tiang beton itu juga mengandung makna isi gurindam dua belas karya Raja Ali Haji. Yaitu pasal pertama yang berbunyi, “ Barang siapa mengenal yang empat, maka dia itulah orang yang ma’rifat”
Mesjid yang berukuran 54 X 32 meter, dan memiliki bangunan induk seluas 29,3 X 19,5 meter ini tercatat sebagai mesjid pertama di Indonesia yang memiliki kubah. Hal ini disebutkan dalam 2 kali Festival Istiqlal di Jakarta (1991-1995)
Selain arsitektur yang unik dan syarat makna, mesjid kebanggaan masyarakat Pulau Penyengat ini juga menyimpan Al Quran tulisan tangan. Al Quran itu di pajang pada lemari kaca di dalam mesjid. Al Quran bersejarah itu, di tulis oleh putra Pulau Penyengat yaitu Abdurrahman Stambul. Ia dikirim untuk belajar agama ke Turki pada 1867.
Selain Mustaf yang di tulis oleh Abdurrahman, ada lagi Mustaf Al Quran tulisan tangan Abdullah Al Bugisi yang di tulis pada 1752. Mustaf ini memiliki keunikan, yaitu pada bingkainya terdapat tafsiran-tafsiran dari ayat-ayat Al Quran dalam bahasa melayu.
Sayangnya, Al Quran itu, sudah tak dapat di perlihatkan lagi, karena sudah terlalu rapuh dan rentan kerusakan. Ia tersimpan rapi dalam lemari di sisi kanan depan mesjid. Dalam lemari ini juga terdapat 300-an kitab, termasuk kitab kuning.
Mesjid Sultan Riau memang menyimpan nilai sejarah yang luar biasa. Mengunjungi mesjid ini, selain bisa menanam pahala, kita juga bisa menilik sejarah Pulau Penyengat  yang menarik untuk di ketahui. (Ani_Praktek Jurnalistik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar