MERAJUT
MIMPI DI ANTARA RONGSOKAN
Oleh :
Gusmarni Zulkifli
Masih
ingat kah Anda dengan Film Laskar Pelangi? Film yang fenomenal pada 2008 lalu.
Film ini mengisahkan tentang anak pedalaman Bangka Belitung yang memiliki
banyak kegetiran hidup, namun akhirnya bisa berhasil menembus benua Amerika.
Kisah
Ikal dalam film itu, tak jauh berbeda dengan kisah hidup Wulan (12). Kepahitan
hidup telah menempanya untuk menjadi seorang pemulung. Hal ini harus
dilakoninya demi kelangsungan hidup dan kelangsungan sekolahnya.
Bel tanda
pulang sekolah baru saja berbunyi. Suasana SD 001 Seri Kuala Lobam itu masih
tampak riuh. Sebagian siswa-siswanya asyik bersenda gurau menikmati kebebasan
pulang sekolah. Namun ada yang berbeda, seorang siswa dengan seragam lusuh,
tampak buru-buru meninggalkan sekolah.
Namanya Siti Budianingsih Wulandari.
Ia lahir di Teluk Sasah 22 Maret dua belas tahun yang lalu. Terlahir sebagai
anak pertama dari pasangan Budi (33) dan Karmila (53). Hal ini membuat dia agak
berbeda dari anak-anak lain yang seusianya.
Bagi Wulan, pulang sekolah bukan
berarti datangnya waktu bermain. Dia masih harus membantu ibunya bekerja. Tak
hanya pekerjaan rumah, tetapi ia juga harus mengumpulkan barang-barang
rongsokan di daerah sekitar rumahnya.
“ Aku harus bantu mamak nyari
kardus-kardus bekas dan kaleng bekas minuman. Kalau nggak gitu gimana mau
makan, apalagi buat keperluan sekolah”, ujarnya di sela-sela pekerjaannya.
Tangan mungilnya tampak begitu telaten melipat kardus-kardus bekas yang di
ambilnya di depan sebuah toko.
“ Kadang
kepengen juga main sama kawan-kawan, tapi gimana lah ntar ngak ada yang bantuin
mamak.” Ujarnya lagi, dengan wajah yang tak terlihat murung.
Wulan
yang duduk di kelas 6 SD itu, memang gadis yang rajin. Dia tak pernah malu
untuk mengumpulkan barang-barang rongsokan. Meski terkadang kawan-kawan
sekolahnya banyak yang mencemooh.
“
Bapaknya Cuma buruh angkat kayu di hutan. Sebulan sekali baru pulang. Gajinya
ngak nentu. Ini aja dah dua bulan ngak gajian.” Terang ibu Wulan, Karmila (53)
di rumahnya yang terletak di Lobam Bestari kecamatan Seri Kuala Lobam.
Rumah
papan yang berukuran 9 X 7 inilah yang menjadi tempat tinggal keluarga kecil
itu sejak lima belas tahun yang lalu. Atapnya sudah banyak yang bocor, kadang
kalau musim hujan mereka tak punya tempat berlindung.
Nasib
keluarga ini memang malang. Kesulitan ekonomi selalu mengikat mereka. “Saya
mulung sudah lebih kurang lima belas tahun.penghasilan perbulannya, tak tentu.
Kadang dua ratus ribu, kadang seratus lapan puluh ribu. Paling banyak tiga
ratus ribulah. Tapi sekarang sudah susah. Sudah banyak saingan. Saya sering
keduluan mereka.” Ujar Karmila panjang lebar.
ANAK
PEMULUNG YANG INGIN JADI DOKTER
Meski hanya seorang pemulung, Karmila
tetap mementingkan pendidikan untuk kedua anaknya. Dia tak ingin anaknya nanti
mempunyai nasib yang sama sepertinya. Namun sepertinya itu hanya tinggal
harapan saja. Masalahnya di usiannya sekarang Karmila sudah sering
sakit-sakitan. Sehingga dia sudah susah untuk bekerja.
“ Kalau hanya ngandalin gaji bapaknya,
ngak akan cukup. Buat makan aja kurang, gimana buat sekolah anak-anak. Apalagi
sekarang Wulan sudah kelas 6, bentar lagi lulus. Buat nyambung sekolah ke SMP,
duitnya belum ada.” Tambah Karmila dengan logat jawanya yang masih kental.
Wulan seakan faham dengan semua
kesulitan yang dialami orang tuanya. Makanya ia selalu membantu ibunya setiap
pulang sekolah. Bahkan Wulan sudah melakoni kegiatan itu sejak ia duduk di bangu
TK.
Meski pekerjaan itu telah menyita
waktu bermainnya, Wulan tak pernah bersedih. Itu justru membuat hidupnya lebih
dewasa dibanding kawan-kawannya yang lain.
Di sekolah Wulan memang tak terlalu
menonjol. Namun ditengah kesibukannya membantu ibunya mencari nafkah, ia masih
bisa mengantongi rangking 8 pada semester lalu. Ini merupakan suatu prestasi
yang lumayan membanggakan.
“ Aku ngak mau berhenti sekolah. Aku
pengen lanjutin ke SMP N 1 Pasar Baru Tanjung Uban. Pengen sekolah sampai
tinggi. Aku pengen jadi dokter,” ujar Wulan sambil tersenyum ketika ditanya
tentang cita-citanya. Tampak tak ada beban ketika dia mengucapkan hal tersebut.
Cita-cita itu memang sudah
diimpikannya sejak lama. Bahkan sejak ia kenal dengan kata cita-cita. Namun
sepertinya Wulan sangat sadar dengan kondisi keluarganya. Tapi hal itu tak
menjadi penghalang baginya untuk tetap teguh pendirian mengejar cita-citanya.
Dia memang memiliki semangat yang luar biasa.
“ Kalau nanti aku terpaksa putus
sekolah, karena ngak da biaya ya tak apalah. Aku akan kerja lebih giat lagi
biar bisa nyekolahin Rio,” Ujar Wulan penuh haru. Rio (6) merupakan adik Wulan
satu-satunya.
“Aku
harus belajar lebih giat lagi, mana tahu nanti bisa dapat bantuan buat
sekolah.” Ujar Wulan penuh harap. Memang sejauh ini Wulan dan ibunya belum
pernah dapat bantuan kurang mampu. Baik itu dari sekolah, maupun dari pemerintahan
setempat.
“ Kami Cuma dapat bantuan raskin aja.
Bantuan lain-lainnya ngak ada. Kemarin tuh ada orang berseragam dinas datang ke
rumah saya. Katanya mau data untuk dapat bantuan, tapi sampai sekarang pun
belum ada.” Kenang Karmila lagi.
Wulan mungkin hanya satu dari ribuan
anak-anak lain yang harus berjibaku melawan kerasnya hidup. Dan kita hanya
sebagai penonton yang setia.
Dalam
semua keterbatasan Wulan, dia tak kenal putus asa. Dengan segala upayanya dia
tetap ingin melanjutkan sekolah. Akan kah kita biarkan ia tertatih dalam
pencapaian hidupnya seperti ini? Sejauh mana lagi ia mampu bertahan untuk tetap
meraih cita-citanya? Entahlah, mudah-mudahan ada tangan –tangan dermawan yang
sudi berbagi dengannya. Semoga saja. ( Gusmarni_Praktek Jurnalistik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar