Jumat, 13 April 2012

FEATURE_ MERAJUT MIMPI DI ANTARA RONGSOKAN

MERAJUT MIMPI DI ANTARA RONGSOKAN
Oleh : Gusmarni Zulkifli
Masih ingat kah Anda dengan Film Laskar Pelangi? Film yang fenomenal pada 2008 lalu. Film ini mengisahkan tentang anak pedalaman Bangka Belitung yang memiliki banyak kegetiran hidup, namun akhirnya bisa berhasil menembus benua Amerika.
Kisah Ikal dalam film itu, tak jauh berbeda dengan kisah hidup Wulan (12). Kepahitan hidup telah menempanya untuk menjadi seorang pemulung. Hal ini harus dilakoninya demi kelangsungan hidup dan kelangsungan sekolahnya.
Bel tanda pulang sekolah baru saja berbunyi. Suasana SD 001 Seri Kuala Lobam itu masih tampak riuh. Sebagian siswa-siswanya asyik bersenda gurau menikmati kebebasan pulang sekolah. Namun ada yang berbeda, seorang siswa dengan seragam lusuh, tampak buru-buru meninggalkan sekolah.
          Namanya Siti Budianingsih Wulandari. Ia lahir di Teluk Sasah 22 Maret dua belas tahun yang lalu. Terlahir sebagai anak pertama dari pasangan Budi (33) dan Karmila (53). Hal ini membuat dia agak berbeda dari anak-anak lain yang seusianya.
          Bagi Wulan, pulang sekolah bukan berarti datangnya waktu bermain. Dia masih harus membantu ibunya bekerja. Tak hanya pekerjaan rumah, tetapi ia juga harus mengumpulkan barang-barang rongsokan di daerah sekitar rumahnya.
          “ Aku harus bantu mamak nyari kardus-kardus bekas dan kaleng bekas minuman. Kalau nggak gitu gimana mau makan, apalagi buat keperluan sekolah”, ujarnya di sela-sela pekerjaannya. Tangan mungilnya tampak begitu telaten melipat kardus-kardus bekas yang di ambilnya di depan sebuah toko.
“ Kadang kepengen juga main sama kawan-kawan, tapi gimana lah ntar ngak ada yang bantuin mamak.” Ujarnya lagi, dengan wajah yang tak terlihat murung.
Wulan yang duduk di kelas 6 SD itu, memang gadis yang rajin. Dia tak pernah malu untuk mengumpulkan barang-barang rongsokan. Meski terkadang kawan-kawan sekolahnya banyak yang mencemooh.
“ Bapaknya Cuma buruh angkat kayu di hutan. Sebulan sekali baru pulang. Gajinya ngak nentu. Ini aja dah dua bulan ngak gajian.” Terang ibu Wulan, Karmila (53) di rumahnya yang terletak di Lobam Bestari kecamatan Seri Kuala Lobam.
Rumah papan yang berukuran 9 X 7 inilah yang menjadi tempat tinggal keluarga kecil itu sejak lima belas tahun yang lalu. Atapnya sudah banyak yang bocor, kadang kalau musim hujan mereka tak punya tempat berlindung.
Nasib keluarga ini memang malang. Kesulitan ekonomi selalu mengikat mereka. “Saya mulung sudah lebih kurang lima belas tahun.penghasilan perbulannya, tak tentu. Kadang dua ratus ribu, kadang seratus lapan puluh ribu. Paling banyak tiga ratus ribulah. Tapi sekarang sudah susah. Sudah banyak saingan. Saya sering keduluan mereka.” Ujar Karmila panjang lebar.  
          ANAK PEMULUNG YANG INGIN JADI DOKTER
          Meski hanya seorang pemulung, Karmila tetap mementingkan pendidikan untuk kedua anaknya. Dia tak ingin anaknya nanti mempunyai nasib yang sama sepertinya. Namun sepertinya itu hanya tinggal harapan saja. Masalahnya di usiannya sekarang Karmila sudah sering sakit-sakitan. Sehingga dia sudah susah untuk bekerja.
          “ Kalau hanya ngandalin gaji bapaknya, ngak akan cukup. Buat makan aja kurang, gimana buat sekolah anak-anak. Apalagi sekarang Wulan sudah kelas 6, bentar lagi lulus. Buat nyambung sekolah ke SMP, duitnya belum ada.” Tambah Karmila dengan logat jawanya yang masih kental.
          Wulan seakan faham dengan semua kesulitan yang dialami orang tuanya. Makanya ia selalu membantu ibunya setiap pulang sekolah. Bahkan Wulan sudah melakoni kegiatan itu sejak ia duduk di bangu TK.
          Meski pekerjaan itu telah menyita waktu bermainnya, Wulan tak pernah bersedih. Itu justru membuat hidupnya lebih dewasa dibanding kawan-kawannya yang lain.
          Di sekolah Wulan memang tak terlalu menonjol. Namun ditengah kesibukannya membantu ibunya mencari nafkah, ia masih bisa mengantongi rangking 8 pada semester lalu. Ini merupakan suatu prestasi yang lumayan membanggakan.
          “ Aku ngak mau berhenti sekolah. Aku pengen lanjutin ke SMP N 1 Pasar Baru Tanjung Uban. Pengen sekolah sampai tinggi. Aku pengen jadi dokter,” ujar Wulan sambil tersenyum ketika ditanya tentang cita-citanya. Tampak tak ada beban ketika dia mengucapkan hal tersebut.
          Cita-cita itu memang sudah diimpikannya sejak lama. Bahkan sejak ia kenal dengan kata cita-cita. Namun sepertinya Wulan sangat sadar dengan kondisi keluarganya. Tapi hal itu tak menjadi penghalang baginya untuk tetap teguh pendirian mengejar cita-citanya. Dia memang memiliki semangat yang luar biasa.
          “ Kalau nanti aku terpaksa putus sekolah, karena ngak da biaya ya tak apalah. Aku akan kerja lebih giat lagi biar bisa nyekolahin Rio,” Ujar Wulan penuh haru. Rio (6) merupakan adik Wulan satu-satunya.      
“Aku harus belajar lebih giat lagi, mana tahu nanti bisa dapat bantuan buat sekolah.” Ujar Wulan penuh harap. Memang sejauh ini Wulan dan ibunya belum pernah dapat bantuan kurang mampu. Baik itu dari sekolah, maupun dari pemerintahan setempat.
          “ Kami Cuma dapat bantuan raskin aja. Bantuan lain-lainnya ngak ada. Kemarin tuh ada orang berseragam dinas datang ke rumah saya. Katanya mau data untuk dapat bantuan, tapi sampai sekarang pun belum ada.”  Kenang Karmila lagi.
          Wulan mungkin hanya satu dari ribuan anak-anak lain yang harus berjibaku melawan kerasnya hidup. Dan kita hanya sebagai penonton yang setia.
Dalam semua keterbatasan Wulan, dia tak kenal putus asa. Dengan segala upayanya dia tetap ingin melanjutkan sekolah. Akan kah kita biarkan ia tertatih dalam pencapaian hidupnya seperti ini? Sejauh mana lagi ia mampu bertahan untuk tetap meraih cita-citanya? Entahlah, mudah-mudahan ada tangan –tangan dermawan yang sudi berbagi dengannya. Semoga saja. ( Gusmarni_Praktek Jurnalistik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar